Kamis, 14 April 2011

Ajak Saya Pergi ke Bulan

Modernitas dan tradisi, dua hal yang seksi. Tak pernah usang untuk diungkap. Dikupas. Siapapun akan terpesona. Siapa saja, punya kenangan : akan masa lalu dan kini. Dua hal yang menyatu anntara sejarah dan fakta hari ini. Akankah kita tidak membaca sejarah ? Melupakannya ? Tetapi, tidak sadarkah bahwa sejarah hari ini, adalah bangun sejarah masa lalu. Yang hari ini, tetap akan kembali menjadi sejarah dimasa datang.
Bled Number One, menyodorkan narasi yang seksi itu. Sebuah dunia yang ambigu. Nilai yang senantiasa bertabrak. Sama sama beku, namun terus bergerak. Film arahan sutradara kelahiran Ajazair yang besar di Perancis ini, tidak mengucapkan ambiguitasnya secara terbuka. Tetapi lebih pada, bagaimana memaknai realitas kekinian hubungan antar manusia, tanpa lepas dari bingkai nilai historisnya.
Apa yang bisa dilakukan oleh seseorang yang keluar dari penjara ? Apakah masa lalu adalah takdir yang tak bias diubah ? Kamel (Ameur Zaimeche), mantan napi,  baru saja keluar dari penjara. Ia memutuskan untuk kembali ke kampung. Sebuah desa, yang gelap. Ngopi, melamun dan berjudi, serta kekerasan adalah hal biasa. Hidup di kampung, dan tanpa pekerjaan.
Kamel, tetap mendapai kampungnya adalah sebuah sejarah. Masa lalu yang ternyata tak berubah hingga ia pulang. Kekerasan tetap saja ada. Tak tersentuh. Sekelompok anak muda yang fanatik dengan agamanya, mendatangi kampung dan memukuli adik Kamel yang menjual minuman keras, yang memang "menu" harian bagi warga kampung. Minuman keras, barang yang haram.
Konflik berlanjut, ketika adiknya Louisa (Mariem Louisa) yang tumbuh dari keluarga taat beragama ingin menjadi penyanyi bar di kafe kota. Kekerasan akhirnya dialami adik. Sang suami adik menghajar istrinya, Louisa. Lantaran tidak setuju. Sebuah pekerjaan yang hina atau tak pantas bagi perempuan desa ?  Nilai nilai keluarga yang dominan, mengkooptasi cita cita individu.
Bled Number One adalah sebuah film puitis. Menjadi kandidat peraih Un Certain Regard Cannes, empat tahun lalu. Sebuah pendekatan dari Rabah Ameur Zaimeche yang unik. Ia berhasil membangun sebuah bahasa fiksi dengan pendekatan dokumenter. Pendekatan ini menghasilkan impresi lain. Kekerasan menjadi sangat sarkastis, secara visual. Teknik penempatan musik puitis, gambar bertempo lambat menjadi nyaman menonton film ini. Dengan cerdas pula, Rabah Ameur Zaimeche  berusaha mengajar penonton untuk bisa mendeskripsikan adanya nilai nilai yang terus bergerak.
Menonton Bled Number One, bagi saya menyimpan beragam pertanyaan. Akankah nilai tradisi harus dilupakan ? Ataukah nilai dan cara pandang lama harus menghambat temuan dan perspektif baru. Akankah seorang perempuan tak boleh menjadi seorang penyanyi klub malam, karena dalam keluarga dan measyarakatnya mentabukan profesi : penyanyi bar ?  
Dan Louisa melantumkan lagu Fly me the moon....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar