Jumat, 25 Maret 2011

Puisi dari bukit ChangBai


Xiao Li, seorang gelandangan, memukul kepalanya sendiri dengan kedua tangannya. Plak plak plak plak…. !  Sebagai bentuk penyesalan atas kecerobohan dirinya.

Di pegunungan Chang Bai, saya menemukan sebuah keluarga yang tidak biasa. Yakni, seorang suami yang pemburu dan istrinya, serta seorang gelandangan bernama : Xiao Li. Ketiga tokoh ini, hidup sangat miskin. Mereka hanya mengandalkan hidup dari berburu. Mereka tinggal di sebuah kawasan, yang oleh pemerintah memang sudah dilarang untuk dijadikan pemukiman. Ketika banyak orang telah meninggalkan pemukiman di hutan, keluarga ini tetap kukuh tinggal di areal larangan itu.

Dengan gaya produksi yang sangat konvesnsional, Survival Song, karya sutradara  Yu Guanyi ini bertutur. Film dokumenter dari China, yang pernah meraih penghargaan Jury Prize di Dubai 2010 lalu. Juga meraih Humanitarian Award di Hongkong Film Festival.

Saya melihat Survival Song, tidaklah terlalu istimewa. Namun yang menjadi film ini menarik adalah, intensitas sutradara dalam membangun dramaturgi yang sangat bersahaja. Yakni, dengan tempo dramatic yang  terus menerus terjaga secara konstan. Tentu, tidaklah mudah dalam film dokumenter.

Yu Guanyi, seakan menjadi etnograp, yang dengan sabar merekam peristiwa peristiwa, yang akhirnya terangkai dalam rentang linear. Pada beberapa sisi, penonton akan menemukan karakter subyek yang lengkap layaknya film fiksi. Ada subyek yang keras kepala namun rasional, ada yang konyol ( Xiao Li), dan istrinya yang diam-setia dan terus bekerja.

Sebuah film puitis, yang terus diputar di banyak festival. Alasannya, penonton ingin terlibat dalam sebuah ruang kesabaran menunggu peristiwa peristiwa yang dramatik. *****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar