Minggu, 27 Maret 2011

Siapa yang Sanggup Membunuh Kenangan ?


Suatu sore, di Regal Pallace, sebuah cineplex Amerika bagian Selatan. Seorang membagikan kertas, kuning dan hijau, kepada semua penonton. Kemudian, ada perintah : yang memperoleh kertas warna hijau dipersilahkan berdiri. Saya-pun berdiri, karena saya mendapat kertas hijau.
Seorang bernama  JB Rutagarama, berkata : bagi yang mempunyai kertas hijau, akan saya tembak. Itulah yang terjadi di Rwanda. Sebagai ilustrasi, sebuah pengalaman yang diungkapkan JB Rutagarama. Pengalaman masa kecil, ketika ia harus menyaksikan saudara saudaranya diminta berdiri lalu ditembak mati dengan senapan mesin. Itulah kisah Rwanda awal 1990.
JB Rutagarama, adalah sutradara dari film Back Home. Sebuah film, dengan pendekatan –yang bagi saya- baru, untuk sebuah film dokumenter. Tahun 1994, JB Rutagarama adalah saksi dan korban dari konflik antar suku Tsutsi dan Hutu. Ia lahir dari perkawinan campur dua suku yang berkonflik, ayahnya Tsutsi dan ibunya Hutu.
Di tengah konflik antar suku dan pembasmian antar etnis yang saling bertikai, kala itu banyak stasiun tv yang melaporkan dan meliput. Adalah seorang reporter bernama Linda Vester. Ia iba dengan nasib JB Rutagarama yang masih anak anak. Lalu, JB Rutagarama kecil, dibawa ke Inggris, negeri asal reporter.
Sepuluh tahun kemudian, Rutagarama, kembali ke Rwanda. Ia melakukan sebuah perjalanan. Sebuah upaya untuk menghidupkan lagi kenangan. Pahit, penuh duka. Ia singgah ditempat tempat, yang baginya penuh kenangan.
Bagi saya, ini sebuah film dokumenter yang sangat personal. Penuh emosi. Mungkin sebuah biografi. Atau, saya tidak tahu tepatnya, definisinya. Karena JB Rutagarama, adalah sutradara, camera, sekaligus juru tutur.
Back Home, terdesain dalam temponya yang sangat lambat. Bentuknya sangat konvensional. Tetapi, pemahaman saya sedikit dikacaukan dengan keterlibatan secara personal pembuatnya. Saya, memberikan apresiasi pada  Linda Vester, reporter yang juga menjadi ibu angkat, serta membimbing hingga punya ketrampilan : membuat film. Keunikan ini yang membuat banyak festival ingin memutar Back Home.
Back Home, bertutur dari perspektif korban yang mencoba mengungkapkan sejarah, dan kemudian kita bisa belajar dari sejarah itu sendiri. Sebuah kisah nyata, yang sangat menyentuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar