Kamis, 24 Maret 2011

Meminjam Kacamata Sutradara Dokumenter Indonesia

Apakah setiap anak mempunyai mimpi yang sama menjelang perayaan Lebaran ? Apakah baju menjadi salah satu mimpi terbesar seorang anak di hari Lebaran ? Ternyata tidak. 

Paotere, sebuah film karya sutradara asal Makasar, Arfan Sabran. Film ini menjadi tidak biasa, dan tidak lasim . Paotere, adalah sebuah pasar. Sebuah etalase, manakala mimpi siapapun digantung. Sebuah tempat, ketika siapapun dapat memetik gantungan gantungan mimpi itu. 

Paotere, bagi dua anak Reza dan Arfah, adalah etalase mimpi itu. Mereka menggantungkan harapannya, di Paotere. Keduanya bersahabat, untuk bias mewujudkan mimpinya. Reza, ingin menjadi pemain bola, namun tidak mempunyai uang yang cukup. Arfah, punya mimpi bias shalat dengan baju koko, namun tak ada yang mau membelikannya. 

Dua anak, dua mimpi, berharap pada sebuah tempat : Paotere. Sebuah pasar, dengan ribuan mimpi didalamnya dari ribuan orang. Dan mimpi dua anak itu hanya sebagian kecil saja. 

Potere”, bagi saya adalah sebuah film yang menarik. Sebuah karya sutradara Arfan Sabran. di Festival Film Dokumenter 2009. Film ini, mencoba menyuguhkan sebuah desain film dokumenter yang tidak biasa. Ada keintiman, kedekatan dan keberanian sutradara untuk bisa menempatkan latar peristiwa menjadi bagian dari setting yang saling berhubungan. Keberanian untuk memasukan bom  di Jakarta, dengan ketidaktahuan anak-anak, yang akhirnya membatalkan kedatangan Manchester United ke Indonesia. 

Tetapi, membaca Paotere, masih saja mengeja Indonesia yang (selalu) miskin dimata sutradara film dokumenter Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar